Tribunnews.press–Raja Ampat–Pemilu 2024 kali ini, di Raja Ampat Papua Barat Daya menjadi Hangat ditengah- tengah Rakyat .
Adapun pantauan media “NU”, mengikuti proses Demokrasi ini ternyata banyak kecurangan yang dilakukan oleh oknum sejumlah penyelenggara baik tingkat TPS, KPPS berakhir Tingkat PPD.Pada Selasa, 12 Maret 2024 WIT.
Hal ini tentu menjadi bagian penting untuk Bawaslu Raja Ampat mengevaluasi kerja kerja kotor dan bejat di lapangan.
Salah satunya Daerah Pemilihan tiga (Dapil 3)di Misool Utara dan termasuk di Distrik sekitarnya.
Dalam pantauan media ini duga berat Dapil lainnya,seperti kampung Meosmanggara disana juga ada permainan pergeseran suara, akhirnya mengakibatkan konflik internal caleg.
Padahal untuk Mewujudkan mimpi dan pencapaian tujuan dan maksud penyelenggara pemilu di Raja Ampat,dengan tiga unsur yaitu jujur dan adil dan rahasia namun dianggap gagal.
Ternyata untuk mengawal proses Demokrasi ini ke amban pintu maka mensyaratkan 11 parpol aksi di Lapangan,bersuara demi Rakyat , bersuara mewakili masyarakat di pelosok kampung -kampung dan Dusun.
Akhirnya 11 Parpol lakukan aksi Protes di Bawaslu Raja Ampat, provinsi Papua Barat Daya,
dalam rangka menanggapi persoalan, kasus di kampung kampung namun sampai saat ini, belum ada keterangan yang jelas dari Bawaslu Kabupaten Raja Ampat,dan Bawaslu provinsi PBD ke pimpinan 11 Parpol tersebut.
“Awak Media, mengikuti proses ini maka merujuk pada perbuatan,kecurangan yang dimainkan oleh oknum-oknum penyelenggara, dan caleg -caleg tersebut maka pada akhirnya ada aduan ke Tim Pengacara untuk mengambil langkah-langkah Hukum dan akan di sidangkan pelanggaran pelanggaran tersebut berdasarkan dua alat bukti yang berkualitas.
Selain itu, dapat diketahui bersama bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) tentang penerapan ambang batas parlemen sebesar 4 persen suara sah nasional sebagai dasar untuk menentukan perolehan kursi di parlemen.
Maka demikian dengan Perludem berpendapat ketentuan ambang batas tersebut menyebabkan hilangnya suara rakyat atau besarnya suara pemilih yang tidak terkonversi menjadi kursi di DPR.
MK menilai ketentuan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tersebut tidak sejalan dengan prinsip kedaulatan rakyat, keadilan pemilu, dan melanggar kepastian hukum yang dijamin oleh konstitusi, sebagaimana dikutip salah media online Jakarta.
Laporan : Niko Umpain